Minggu, 14 Oktober 2012

PERKEMBANGAN TASYRI‘ ISLAMI PERIODE III

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
A.    Pendahuluan
Pertumbuhan tasyri‘ setelah masa Rasulullah  mengalami kemajuan yang sangat pesat. Itu dilalui secara bertahap di setiap periode atau masa tertentu. Dalam setiap periode, pertumbuhan tasyri‘ memiliki karakter dan alur perkembangan yang berbeda-beda yang disebabkan oleh kondisi pada setiap periode yang berbeda pula.
            Masa sahabat dan tabi‘in merupakan masa berlangsungnya tasyri‘ setelah masa Rasulullah  , baik itu dari Kibar al-S{oh}abah maupun S{ighor al-S{oh}abah. Masa sahabat kecil dan tabi‘in adalah masa keemasan dalam peradaban Islam. Masa ini berlangsung pada periode setelah masa Khulafa>‘ al-Rasyidi>n, dinasti Umayyah dan sampai pertengahan dinasti Abbasiyah.
Perkembangan pesat yang dicapai mempengaruhi pertumbuhan hukum Islam pada saat itu. Asumsi ini didasarkan pada fakta bahwa suatu hukum yang terbentuk tak lepas dari kondisi (konteks) yang berlangsung pada saat itu. Tasyri‘ pada periode Sahabat kecil dan Tabi‘in ini dimulai dari pemerintahan Bani Umayyah yang didirikan oleh Mu‘awiyah bin Abi Sufyan pada tahun  41 H. Hingga timbul berbagai segi kelemahan pada kerajaan Arab pada awal abad ke II H. Periode ini disebut ‘Amul Jama‘ah karena dimulai dengan bersatunya pendapat jumhur islam. Hanya saja benih perselisihan politik belum saja padam, masih ada orang yang menyisihkan perselisihan dan tipu daya terhadap Mu‘awiyah dan keluarganya. Seperti adanya golongan Khawarij dan Syi‘ah.


1.2.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami membahas sejarah tentang keadaan tasyri‘ islam pada masa ini, serta golongan-golongan seperti Syi‘ah atau khawarij juga para fuqaha’ serta pengaruh mereka terhadap perkembangan tasyri‘, dan juga mufti-mufti islam disetiap wilayahnya.

1.3.     Tujuan dan Manfaat
Supaya kita tahu perjalanan sejarah tasyri‘ islam yang mana dengan mengetahuinya kita semakin giat dalam menjaga dan melestarikan kemurnian agama ini jangan sampai ada yang mengotorinya dengan pikiran-pikiran yang dangkal tanpa memperhatikan gerak sejarah juga agar kita lebih menghargai jasa-jasa mereka semua dalam menjaga tasyri‘ islam yang sesuai syari‘at islam.
 
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN TASYRI‘ ISLAMI PERIODE III
(Masa S{igha>r al-S{ah}a>bah dan Tabi‘i>n)
    Adapaun yang dimaksud sahabat menurut ulama fiqh dan ushul adalah setiap orang yang pernah bertemu dengan Nabi  dalam status iman kepadanya dan meninggal dunia dalam keadaan beriman pula.  Sedangkan yang dimaksud dengan tabi‘in adalah setiap muslim yang belum sempat melihat Nabi  namun ia sempat melihat dan bertemu dengan sahabat, baik ia meriwayatkan atau tidak darinya. 
            Tasyri‘ pada masa sahabat kecil dan tabi‘in tergolong dalam masa klasik. Pada masa ini pula merupakan fase perkembangan dan penyempurnaan hukum Islam.  Masa sahabat kecil dan tabi‘in merupakan generasi terdekat kepada Rasul setelah masa Khulafa>‘ al-Ra>syidi>n dan secara berurutan dianggap sebagai generasi yang terbaik. Rasulullah  bersabda ;
خير القرون قرني ثمّ الذين يلونهم ثمّ الذين يلونهم (رواه البخاري و مسلم)
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya”. (HR. Bukhori-Muslim)
            Dalam bahasa Arab kurun berarti abad. Dalam satu abad terdapat 100 tahun. Maka dalam hadist diatas menyebutkan tiga abad, satu abad yaitu pada masa Rasulullah  dan dua abad setelah masanya yang mengindikasikan pembagian setiap abad merupakan sebuah periode bagi umat Islam. Abad pertama merupakan era Rasulullah  yang termasuk didalamnya masa khulafa>‘ al-Ra>syidi>n dan sahabat, abad kedua adalah tabi‘in dan abad ketiga merupakan era tabi>‘it-tabi‘i>n.
            Bila diterapkan pada tahun hijriyah, maka era Rasulullah  termasuk juga di dalamnya masa Khulafa>‘ al Ra>syidi>n dan sahabat dimulai dari tahun 1-100 Hijriyah (621-720 M). Masa tabi‘in dimulai dari 101-200 H (721-820 M). Sedangkan masa tabiit-tabi‘in dimulai dari 201-300 H (821-920 M).
            Dari pembagian itu, dapat diketahui masa sahabat kecil dan tabi‘ini berawal dari akhir tahun era Rasulullah  atau setelah masa khulafa>’ al-Ra>syidi>n 41 H/661 M sampai tahun 200 H/820 M pada pertengahan  masa pemerintahan dinasti Abbasiyah. Kurang lebih periode ini berjalan 150 tahun. Di dalam refrensi lain mengemukakan bahwa masa dari periode ini dimulai pada awal abad ke-2 H sampai abad ke4 H atau kurang lebih sekitar 200 tahun. Periode ini dimulai pada tahun 41 H, tepatnya pada masa pemerintahan Mu‘awiyah bin Abi Sufyan.

A.    KEADAAN POLITIK DAN PERKEMBANGAN TASYRI‘
Dalam gambaran politik Mu‘awiyah adalah mendiamkan huru hara kejiwaan yang menentang dari golongan syiah dan meringankan terhadap golongan khawarij . Oleh karena itu sampai akhir hidupnya banyak terjadi huru hara yang memerangi persatuan kalimah islam. Penduduk madinah membuat huru hara menuntut pemecatan Yazid. Husain bin Ali bermaksud ke Irak dengan dugaan bahwa Ia akan mendapat pertolongan dari pendukung ayahnya untuk mengembalikan hak yang dirampasnya. Yazid menentang Abdullah bin zubair yang memegang Mekah. dan penduduk Madinah digentarkan dalam huru hara itu dan mereka amat sangat sebagaimana digentarkannya Husain waktu keluarnya dia terbunuh. Dikatakan bahwa dia dan beberapa keluarganya memasuki perbatasan Irak ( pembunuhan itu dilakukan )oleh penduduk Irak itu sendiri. Hampir saja Ibnu Zubair mengalami nasib seperti itu seandainya Yazid tidak meninggal.
Sesudah meninggalnya Yazid fitnah terus berkobar hingga datangnya orang yang mempunyai kemantapan hati yang benar dan cita-cita yang tinggi, yaitu Abdul Malik bin Marwan, maka bara fitnah itu dapat dipadamkan dengan dibunuhnya Ibnu Zubair di Mekah dan dimintanya seluruh negeri yang menjadi pusat huru hara untuk kembali dan pendapat islam kumpul kembali . Namun tidak cukup sampai disini saja, sebentar setelah terhentinya huru hara itu, karena Abdul Malik bin Marwan dalam meredakan fitnah dan menyatukan pendapat secara paksa dan merendahkan yang dalam hal ini ditangani oleh tokoh tangan besi yaitu Hajaj bin Yusuf ash-Thaqafi pada Syi‘ah dan Khawarij maka bangkitlah huru hara besar yang melawannya dengan pimpinan Abdur Rahman bin Muhammad bin Asy‘ats Al-kindi. Dengan bantuan dari Negara Syam dan terpecahnya Khawarij akhirnya kesulitan itu berakhir, kemudian datanglah masa Al walid bin Abdul Malik, masa itu adalah semanis manis dan seindah indah masa Bani Umayah.
Kemudian setelah Al walid bin Abdul Malik digantikan oleh saudaranya Sulaiman  maka fitnah yang telah padam muncul kembali karena hubungannya dengan panglim-panglima yang dulu ikut membesarkan wilayah ditimur dan barat jelek, seperti hubungan dengan Qutaibah bin Muslim, Muhammad bin Qasim bin Muhammad, dan Musa bin Nusair yang mana mereka masih ada hubungan dengan Hajaj bin yusuf ash-Thaqafi yang dibenci oleh Sulaiman.
Setelah itu pemerintahan kembali stabil setelah dipegang oleh laki-laki Sholeh Umar bin abdul Aziz yang ideologinya lurus untuk membasmi kez}aliman-kez}aliman pemerintahan terdahulu , Selanjutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), dimana sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, dimana pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi‘ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.
Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa ini berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkannya.
Setelah Hisyam bin Abdul Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bagian dari Bani Hasyim itu sendiri, dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Andalusia .

   Sebagaimana pada periode Sahabat-sahabat besar, sumber perundang-undangannya juga tidak jauh berbeda, sumber-sumber perundang-undangan pada periode ini ada empat macam,  yakni:
1.    Al-Qur’an
2.    Al-Sunnah
3.    Al-Ijma>‘
4.    Al-Qiya>s
Apabila terjadi suatu peristiwa para ahli fatwa merujuk pada kitabullah. Mereka memperhatikan nash yang menunjuk kepada hukum yang dimaksud, dan memahami nash itu. Pada periode ini ada dua hal yang bisa mempengaruhi segi pemeliharaannya, yakni; penelitiannya dan penjagaannya dari segala macam perubahan. Dari segolongan umat Islam ada juga yng bersungguh-sungguh menghafal al-Qur’an dan memperbaiki system atau bentuk penulisannya serta pemberian baris dan harokat.
    Jika yang mereka maksud tidak terdapat dalam kitabullah mereka baru beralih memperhatikan Sunnah Rasul. Karena jumhur beranggapan bahwa as-Sunnah itu menyempurnakan pembinaan hukum yang berfungsi untuk menerangkan al-Qur’an. Dan dikalangan jumhur tidak ada orang yang menentang pendapat ini. Orang yang pertama kali memperhatikan kekurangan ini adalah Imam ‘Umar bin Abd al-‘Azi>z pada awal abad ke II H. Ia menulis pada pekerjanya di Madinah Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin H{azm :
“Lihatlah hadits-hadits Rasulullah s.a.w. atau sunnah beliau yang ada, kemudian tulislah karena sesungguhnya saya takut terhapusnya ilmu dan perginya (meninggalnya) ulama’.
(Diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwat}t}a’ dan riwayat Muhammad bi H{asan)
    Jika mereka tidak mendapatkan pula dalam nash-nash hadits barulah mereka berijtihad dengan mempergunakan Qiyas memperhatikan ruh (jiwa) syari’at dan memperhatikan kemashlahatan umat. Apabila ijtihad para sahabat itu dilakukan bersama-sama dengan mengambil keputusan bersama, maka itu disebut dengan Ijma’ sahabat.
B.    PENGARUH GOLONGAN KHAWARIJ dan SYI‘AH PADA PERKEMBANGAN TASYRI‘
        Pada masa ini umat Islam terbagi menjadi tiga golongan yakni : Syi‘ah, Khawarij, dan al-Jama‘ah  (Sunni>). Yang mana dua golongan antara Khawarij dan Syi‘ah adalah golongan yang menonjol dalam ideologinya, maka kami akan membahas kedua golongan tersebut serta pengaruhnya terhadap perkembangan tasyri‘.
1.    Khawarij
Mereka adalah golongan Islam sangat menentang terhadap madhhabnya, berpegang teguh pada pendapatnya, keterlaluan dalam ibadah, berani berkorban demi akidahnya, membersihkan kebathilan tanpa kompromi. Kebanyakan dari mereka adalah orang Arab yang kasar dan bengis . Mereka adalah satu golongan yang keluar dari Utsman  sebagi balasan atas tindakan-tindakan yang diadakannya. Dengan demikian mereka menghalalkan keluar daripadanya kemudian membunuhnya. Ketika mereka membaiat Ali  maka mereka menjadi sebab besar dalam mengobarkan urusan antara Ali  dan Mu‘awiyah sehingga terjadi perang Shiffin, padahal merekalah yang pertama kali mengusulkan tahkim pada Ali  akan tetapi kemudian mereka mencelanya dan mengatakan banwa tahkim itu kafir  . Secara politik mereka mengancam untuk membunuh raja yang z}alim dan keluarganya. Mereka berpendapat bahwa pemerintahan Islam tidak terbatas dalam keluarga dan orang-orang tertentu, dan pemerintahan itu harus bersandar atas kemauan sebagian besar umat, dan mereka memilih orang yang dipandangnya baik untuk memimpin mereka dan melaksanakan urusan mereka. Mereka melepaskan diri dari Shahabat Utsman, Ali, dan Muawiyah  , disebabkan Utsman  mementingkan keluarga dan dirinya daripada hak-hak rakyat, terhadap Ali  menyetujui perundingan tahkim (arbitrase) dengan orang yang menyelisihinya, dan terhadap Mu‘awiyah Karena ia memegang pemerintahan dengan tanpa keridhaan kaum muslimin .Yang mana akhirnya mereka bersepakat untuk membunuh ‘Ali, Mu‘awiyah, dan ‘Amr bin ‘A<sh  dengan mengutus Abdur Rahman bin muljim, Birku bin Abdillah, dan ‘Amr bin Bakr, akan tetapi yang berhasil terbunuh hanya ‘Ali   .
Diantara penadapat mereka yang mashur dalam masalah Khilafah ialah :
    Menganggap sah keKholifahan Abu Bakar  dan Umar , juga separuh awal dari keKholifahan Utsman  dan Ali  sampai sebelum tah{kim.
    Menganggap kafir Ali  , Mu‘awiyah, Abi Musa al-Ash‘ari>, dan ‘Amr bin al-‘Ash
    Pemerintahan / Khilafah itu harus bersandar atas kemauan sebagian besar umat dan tidak mensyaratkan dari suku Quraisy yang mana hal ini bertolak belakang dengan Syi‘ah dan sebagian besar Sunni>.
    Jika Khalifah-khalifah menyelisihinya maka wajib mendurhakainya, mereka tidak membedakan antara kafir dan fasik bahkan orang yang melampaui batas-batas Alloh  maka fasik, dan orang yang fasik adalah kafir.
Dan dalam masalah iman dan amal antara lain :
    Mengamalkan semua perintah agama adalah termasuk juz dari iman, seperti shalat, puasa, zakat, jujur, adil dan  iman tidak hanya merupakan i‘tiqad saja atau i‘tiqad beserta pengakuan saja.
    Hal demikian memang sama dengan Sunni> akan tetapi mereka menghukumi orang yang tidak mengamalkan terkena dosa besar dan orang yang berdosa besar tergolong kafir .
    Setiap orang yang menolong Mu‘awiyah dan tidak lepas dari Ali  dan Utsman  sebagai orang yang keluar dari agama
    Mereka mengambil z}ahir-z}ahir al-Qur’an dan tidak menerima hadith kecuali yang diriwayatkan dari orang-orang yang mereka ikuti. Pegangan mereka dalam hadith adalah hadith-hadith yang berlaku pada masa Abu Bakar  dan Umar  .
Golongan Khawarij ini terbagi menjadi 20, yang mana setiap golongan berbeda dengan yang lain, diantara golongan yang mashur adalah :
b.    Al-Aza>riqah , yakni pengikut Na>fi‘ bin al-azraq dari bani Hanifah
c.    Al-Najda>t , yakni pengikut Najdah bin ‘A<mir dari bani Hanifah
d.    Al-Iba>d}i>yah , yakni pengikut ‘Abdullah bin Iba>d} at-Tamimi>  dan
e.    Al-S{ufri>yah , yakni pengikut Ziya>d bin al-As}far .
2.    Syi‘ah
Mereka adalah golongan yang menetapkan atas pemerintahan Ali bin Abi Thalib  dan keluarganya . prinsip mereka merata dikalangannya adalah bahwa khalifah adalah hak Ali   yang mana hak tersebut diperoleh dengan wasiat Rasulullah  , oleh karena itu mereka mengkhusukan wasiat atasnya dan kekholifahan setelah Ali  adalah putera-puteranya, dan hanya orang z}alim dan ghasablah yang menggeser kekholifahan itu dari Ali  dan keturunannya.  Termasuk pendapat-pendapat mereka adalah :
    Mengatakan bahwasannya Ali  adalah paling utamanya makhluk selain Rasulullah , lebih tinggi derajatnya di surga, lebih banyak keistimewaanya, dan lainnya dari pada para imam setelah Nabi . Setiap orang yang memusuhi, memerangi atau membencinya maka dia musuh Allah  , dan tetap di neraka bersama orang-orang kafir dan munafik. Menurut mereka antara Ali  dan Nabi  yang membedakan hanyalah kenabiannya.
    Terlalu berlebihan mencintai Ali  sampai-sampai menuhankannya, setengah dari perkataan mereka seperti yang di sebutkan al-Sahrastany :
“Juz nya tuhan telah menyatu dengan Ali, dengannya perkara ghaib bisa diketahui, ketika memberi kabar dari mimpi maka itu benar adanya”
Golongan Syi‘ah terbagi menjadi banyak, yang terpenting adalah :
a.    Zahidiyyah , mereka adalah pengikut dari Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.
b.    Imamiyyah, mereka adalah yang mengatakan bahwasannya Nabi  menyerahkan Kholifah pada Ali  dan dighasab oleh Abu Bakar  dan Umar  . lebih mashurnya golongan ini adalah Isma‘iliyyah dan al-Ithna> ‘Ashriyyah (syi‘ah 12). Antara golongan satu berbeda dengan yang lainnya, dan benar-benar mempengaruhi madhab Syi‘ah dalam fiqh Islam.
Dari demikian maka Khawarij dan Syi‘ah mempengaruhi dalam pembentukan hukum Islam karena dari Khawarij dan Syi‘ah mereka mempunyai muhaddith sendiri yang mana mereka tidak saling menerima periwayatan masing-masing, seperti Khawarij yang , begitu juga Jumhur (Sunni>) mereka tidak meriwayatkan hadith dari Khawarij karena kerasnya dan aqidah mereka dalam hadith, dan tidak meminta fatwa dari mufti-mufti mereka , dengan demikian sebagian imam-imam hadith menggugurkan riwayat Ikrimah dari Ibnu Abbas dimana Malik bin Anas dan Muslim bin Hajaj tidak mentakhrijkannya, karena Ikrimah dituduh berpendapat dengan pendapat Khawarij, juga sebagian ahli hadith melemahkan riwayat Imran bin Hithan seorang ahli fiqh dan penyair Khawarij . Begitu juga dengan Syi‘ah mereka mempunyai kepercayaan bahwa imam-imam mereka berbeda dalam lurus dan melampaui batas. Sebagian mereka menguatkan Ali  dan keluarganya sehingga menarik mereka untuk meriwayatkan banyak hadith yang mana para imam Jumhur tidak meragukan lagi bahwa hadith-hadith tersebut berbohong terhadap Rasulullah  . oleh karena itu Jumhur tidak mau menerima riwayat dari setiap pengikut-pengikut Syi‘ah yang keterlaluan sebagaimana riwayat dari Khawarij yang keterlaluan .
C.    FUQAHA<’ SAB‘AH DAN PERANNYA DALAM PERKEMBANGAN TASYRI‘
Benar-benar telah termashur dari Madrasah H{ijaz sembilan ahli fiqh (Fuqaha>’ Sab‘ah), seperti yang dikemukakan oleh Imam Ibn al-Qayyim  dalam kitab A‘la>m al-Muqi‘i>n bahwa di Madinah terdapat ta>bi‘i>n, yakni :
1.    Ibn al-Musayyab
2.    ‘Urwah bin Zubair
3.    Qa>sim bin Muhammad
4.    Kha>rijah bin Zaid
5.    Abu Bakr bin ‘Abd al-Rahman bin al-H{a>rith bin Ha>shim
6.    Sulaiman bin Yasar, dan
7.    ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bin ‘Ut}bah bin Mas‘u>d
Mereka semua adalah para Fuqaha>’ akan tetapi masih terjadi perselisihan dalam menentukan Fuqaha>’ Sab‘ah ini. Menurut Imam an-Nawawi dalam Taqri>b al-Nawa>wi> mengatakan bahwa “Abu Bakr bin ‘Abd al-Rahman bin al-H{a>rith bin Ha>shim” menurut beliau diganti “Abu Salamah bin ‘Abd al-Rahman”, dan Imam al-Shuyut}i mengatakan bahwa inilah yang dipilih oleh mayoritas ‘Ulama>’Ahl al-H{ijaz. Sedangkan menurut Ibn al-Muba>rak “Sa>lim bin ‘Abdullah bin ‘Umar” menjadi ganti dari  “Abu Salamah bin ‘Abd al-Rahman” dan menurut Abu Zina>d “Abu Bakr bin ‘Abd al-Rahman bin al-H{a>rith bin Ha>shim” menjadi ganti dari keduanya (Sa>lim dan Abu Salamah).
Dari merekalah fiqh ahl al-Madinah menjadi tersebar, dan atas jasa merekalah lahir Fuqaha>’- fuqaha>’ setelahnya, dan juga madrasah mereka termasuk madrasah fiqhiyyah yang pertama diperiode ini sehingga madrasah tersebut diberi nama mereka, yakni ‘As}r al-Fuqaha>’ al-Sab‘ah, dan ilmu fiqh mereka menjadi cikal bakal menuju fiqh Islam dalam pembahasan dan penalaran .

D.    DIANTARA MUFTI-MUFTI DISETIAP WILAYAH ISLAM PADA MASA INI
Mufti-mufti di periode ini tersebar ke beberapa negara besar Islam, karena para Sahabat pindah ke tempat tinggal baru pada Negara-negara besar Islam, sebagian mereka ada yang menjadi guru, qari’ dan lainnya sehingga dari mereka lahirlah sekumpulan tabi’i>n besar yang bersekutu dengan mereka dalam berfatwa dan para Sahabat mengakui mereka dalam hak persekutuan pada kedudukan ini . Antara lain  :
Dari penduduk Madinah :
1.    Ummul mu’minin ‘Aishah al-S{iddiqah (w 57 H)
2.    Abdullah bin ‘Umar (w 73 H)
3.    Abu Hurairah (w 59 H)
Tiga orang ini adalah Sahabat dari penduduk Madinah yang paling banyak h}adithnya dan fatwanya pada periode ini.
4.    Sa‘i>d al-Musayyab al-Makhzumi  (w 94 H)
5.    ‘Urwah bin Zubair bin Awwam al-Asadi> (w 94 H)
6.    Abu Bakar bin Abd al-Rahman bin H{a>rith bin Hisham al-Mahzumi>  (w 94 H)
7.    ‘Ali bin H{usain bin ‘Ali bin Abu T{alib al-Hashimi>  (w 98 H)
8.    ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin Ut}bah bin Mas‘ud (w 98 H)
9.    Sa>lim bin ‘Abdullah bin ‘Umar (w 106 H)
10.    Sulaiman bin Yasar maula ummil mu’minin Maimunah (w 107 H)
11.    Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar (w 106 H)
12.    Nafi‘ maula ‘Abdullah bin ‘Umar (w 117 H)
13.    Muhammad bin Muslim yang terkenal dengan Ibn Shihab al-Zuhri (w 124 H)
14.    Abu Ja‘far bin Muhammad bin ‘Ali bin H{usain yang terkenal dengan al-Baqir (w 114 H)
15.    Abu Zuna>d Abdullah bin Dhakwan (w 131 H)
16.    Yahya bin Sa‘id al-Bus}iri (w 146 H)
17.    Rabi‘ah bin ’Abd al-Rahman Faruh (w 136H)
Dari penduduk Makkah :
1.    ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abd al-Mut}alib (w 68 H)
2.    Mujahid bin Jabr maula Bani Mahzun (w 103 H)
3.    Ikrimah maula Ibn ‘Abbas (w 107 H)
4.    ‘At}a’ bin Rabah maula Quraisy (w 114 H)
5.    Abu Zubair Muhammad bin Muslim bin Tadarus maula H{akim bin Hazm (w137 H)
Dari penduduk Kufah :
1.    Alqamah bin Qays al-Nakha’i> (w 62 H)
2.    Masruq bin Ajda’ al-H{amdani> (w 63 H)
3.    ‘Ubaidah bin ‘Amr al-Silmani> al-Muradi> (w 92 H)
4.    al-Aswad bin Yazid al-Nakha’i> (w 95 H)
5.    Shurayh bin H{a>rith al-Kindi> (w 78 H)
6.    Ibrahim bin Yazid al-Nakha’I (w 95 H)
7.    Sa‘i>d bun Jubayr maula Walibah (w 95 H)
8.    ‘A<mir bin Sharahil al-Sha‘bi (w 104 H)
Dari penduduk Bas}rah :
1.    Anas bin Malik al-Ans}a>ri> (w 93 H)
2.    Abu ‘Aliyyah Rafi>‘ bin Mahran al-Rayani> maula Rawyah (w 90 H)
3.    H{asan bin H{asan Yasar maula Zayd bin Thabit (w 110 H)
4.    Abu Sha‘tha’ bin Zayd teman Abu Abbas (w 93 H)
5.    Muhammad bin Siri>n maula Anas bin Malik (w 110 H)
6.    Qatadah bin Di‘amah al-Dausi> (w 118 H)
Dari penduduk Syam :
1.    ‘Abd al-Rahman bin Ghunmin al-‘Ash‘ari> (w 78 H)
2.    Abu Idris al-Khulani> ‘Ai>dh Allah bin ‘Abd Allah (w 78 H)
3.    Qabis}ah bin Dhu‘ayb (w 86 H)
4.    Makh}ul bin Abu Muslim maula seorang wanita dari Hudhayl, aslnya dari Kabil (w 113 H)
5.    Raja’ bin H{ayah al-Kindi (w 113 H)
6.    ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azi>z bin Marwan (w 101 H)
Dari penduduk Mesir :
1.    ‘Abd Allah bin ‘Amr bin al-‘A<s} (w 90 H)
2.    Abu al-Khayr Marthad bin ‘Abd Allah al-Yazini>, mufti Mesir (w 90 H)
3.    Yazi>d bin Abu H{abi>b maula al-Azdi> (w 128 H)
Dari penduduk Yaman :
1.    T{awus bin Kaisan al-Jundi> dari Abna’ (w 106 H)
2.    Wahab bin Munabbih al-S}an’a>ni>, orang alimnya penduduk Yaman (w 114 H)
3.    Yahya bin Abu Kathi>r maula T{ayyi’ (w 129 H)

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Tasyri‘ masa Sahabat kecil dan tabi‘in adalah masa keemasan dalam peradaban Islam. Masa ini berlangsung pada periode setelah masa Khulafa>‘ al-Rasyidi>n, dinasti Umayyah dan sampai pertengahan dinasti Abbasiyah, Tasyri’ pada masa ini dimulai dari pemerintahan Bani Umayyah yang didirikan oleh Mu‘awiyah bin Abi Sufyan pada tahun  41 H. pada masa ini umat islam terbagi dalam Tiga kelompok besar, yaitu:
a)    Khawarij, yaitu golongan yang gerakan politiknya mengancan untuk membunuh raja yang dzalim dan keluarganya atau menganggap kafir orang yang terlibat dalam peristiwa Tah}kim (arbitrase).
b)    Syi’ah, yaitu golongan yang berpendapat bahwa ali dan keluarganya yang pantas untuk memegang kekuasaan pemerintahan dan orang-orang yang merampas hak pemerintahan itu maka ia dzalim dan pemerintahannya tidak sah.
c)    Jumhur (Sunni>) yakni mereka yang lari dari keduanya dan tidak menempatkan timbangan bagi keduanya.
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya tasyri’ pada masa ini antara lain,bidang politik, adanya perluasan wilayah, perbedaan penggunaan ra’yu, pemahaman ulama tentang ilmu pengetahuan, munculnya cendekiawan-cendekiawan muslim, dan penetapan hukum pada ahlinya. Selain itu, sumber-sumber tasyri’ pada masa ini adalah Al-Qur’an, As-sunnah, Ijma’, dan Qiyas.
Penerapan tasyri’ pada masa ini dipegang oleh tabi’in yang selalu menyertai Sahabat yang ahli dalam bidang fatwa dan tasyri‘. Pada masa ini pula mulai timbul pertukaran pemikiran dan perselisihan paham diantara pemuka tasyri’ yang disebabkan oleh  perbedaan dalam memahami ayat-ayat hukum, cara berijtihad yang berbeda, perbedaan pandangan tentang maslahah, tingkat kecerdasan pikiran, tempat tinggal para pemuka tasyri’ yang berlainan(tidak dalam satu lingkungan), dan cara penggunaan ra’yu yang berbeda.
Pada intinya, penyebab perbedaan tersebut adalah dalam hal cabang(furu‘) dan tidak pada ushul. Pada  pertengahan abad kedua hijriah , kekuasaan tasyri‘ dikendalikan oleh para imam mujtahid dan pada masa ini pula terjadi perbedaan diantara mereka yang di sebabkan oleh perbedaan dasar-dasar tasyri‘, kecenderungan (nas’ah) beristinbath, dan prinsip bahasa.

B.    SARAN
Dengan selesainya makalah ini kami sadar bahwasanya makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan, karena masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dar segi materi pembahasan maupun ejaan kata, maka dari itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari semua agar di kemudian hari kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi. Harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai salah satu periodisasi yang ada dalam sejarah tasyri’. Amien.















DAFTAR PUSTAKA


Hudlari Bik,  Tarikh Al-Tasyri’ al-Islami. Alih bahasa M. Zuhri,Darul Ikhya:
 Indonesia,1980
Rasyad Hasan khalil, Tarikh Tasyri’: Sejarah Legislasi Hukum Islam, Amzah: Jakarta,
2009
Roibin, Penetapan Hukum islam Dalam Lintasan Sejarah, UIN Maliki Press, Malang,
2010
M. Hasby Ash Shiddiqiey,Teungku Muhammad. Pengantar Ilmu fiqh, Semarang,
PT.Pustaka Rizki putra
Manna> al-Qot}o>n, Tarikh al-Tasyri’ al-Islami, Maktabah Wahbah: kairo
‘Umar ‘Abd al-jabbar, Khulashot al-Nu>r al-Yaqi>n, vol 3,Maktabah al-Hikmah:
Surabaya
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa:Perubahan terbaru&feed=atom.
Diakses 03-10-2012
alwidoang.blogspot.com/2011/08/tasyrik-pada-masa-shohabat-kecik.html.
diakses 03-10-2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar