Selasa, 12 Februari 2013

BIOGRAFI MUHAMMAD BIN ‘ALAWI AL-MALIKI AL-HASANI DAN KITAB MAFĀHĪM YAJIBU AN TUHAHHAHA


A.  BIOGRAFI MUHAMMAD BIN ‘ALAWI AL-MALIKI AL-HASANI
1.      Nama, Nasab, dan Kelahirannya
Muhammad ‘Alawi al-Maliki al-hasani adalah seoarang  guru yang ‘alim, ahli dalam bidang hadits, salah satu keturunan Rasulullah SAW. Beliau Putra dari sayyid ‘Alwi Bin Abbas Bin ‘Abdul ‘Aziz Bin ‘Arif Billah al-Maliki al-Hasani al-Idris. Nasab beliau berasambung terus sampai kepada sayyid Idris al-Azhar Bin Idris al-Akbar Bin ‘Abdullah al-Kamil Bin Hasan al-Muhanna Bin Hasan Sayyidina ‘Ali Bin Abi Talib suami dari Sayyidatina Fatimah az-Zahra Binti Rasulillah SAW.[1]
Beliau mempunyai nama Muhammad yang mashur pula dengan nama Muhammad ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, nama tersebut karena di-nisbah-kan kepada ayah dan kakeknya sayyid ‘Alawi dan al-Maliki al-Hasani. Beliau dilahirkan di kota yang mulia, yaitu Makkah al-Mukaramah pada tahun 1367 H (sekitar tahun 1947 M). Tepatnya dikawasan Babussalam. Yaitu di kediaman ayahanya sendiri.
Di Negara Makkah keluarga beliau dikenal sebagai ‘Ālim dan di segani banyak orang. Ayahnya yaitu sayyid ‘Alawi al-Maliki dan kakek beliau Sayyid Abbas al-Maliki adalah tokoh yang banyak dikenal dan dihormati dari sekian banyak ustad yang mengajar di Masjidil Haram. Sayyid ‘Alawi al-Maliki, mengajar di Masjidil Haram lebih dari 40 tahun lamanya, sejak 1347-1391.[2] Ulama dari asia tengara banyak yang berguru kepadanya. Murid beliau yang dari Indonesia diantaranya adalah saikh Muhammad Yasin al-Fadani.[3]
Muhammad ‘Alawi al-Maliki al-Hasani berpostur tinggi, kulitnya berwarna putih, kepalanya besar dan berdahi luas, dadanya bidang dan bertubuh padat dan berisi serta berjenggot lebat yang menambah kewibawaannya. Selain itu beliau berakhlak mulia, berbudi pakerti luhur, memiliki perhatian yang tinggi, sabar namun tegas dan berani untuk mengatakan kebenaran dijalan Allah. Walaupun, itu nanti akan menyebabkan beliau dicaci maki. Beliau juga dikenal dengan sifat yang iffah (menjaga diri), zuhud, wara’, istiqamah dan sangat dermawan.[4]
Sosok beliau dikenal sebagai ulama yang semangat yang tinggi dalam mencari ilmu. Seringkali beliau dimintai untuk memecahkan sebuah permasalahan yang dianggap sangat rumit bagi sebagian orang. Tapi, beliau dapat menyelesaikanya denagan baik. Kecermatan dan ketepatan pandangan dan pendapat beliau dalam suatu perkara menunjukkan keluasan ilmu dan pengetahuannya sekalipun dalam permasalahan kecil. Dan dengan bahasa yang lugas, tegas dan jelas, menjadikan orang lain terdiam manakala beliau dihadapkan pada sebuah mujadalah (diskusi atau perdebatan), karena beliau dapat mengemukakan argumennya dengan bahasa dan metode yang baik.[5] 
Banyak orang tahu, bahwa belaiau adalah figur yang sangat  tawadu (rendah diri), bijaksana dan tidak ghuluw (fanatik secara berlebihan). Beliau bukan seorang yang suka mencerca atau marah kepada orang yang berpeda pendapat dengannya. Tapi, beliau selalu siap dan bersedia bila diajak berdiskusi. Sikap tegas dan wibawa sudah menjadi karakter hidupnya. Sehingga tak heran apabila beliau menjadi otoritas yang dihormati dikalangan ulama ahlusunah wa al-Jama’ah.[6]
2.      Gelar Kehormatan
Muhammad ‘Alawi al-Maliki al-Hasani lahir dari keluarga yang kakek pertama Muhammad al-Maliki yaitu Sayyid ‘Abbas, kakek kedua Sayyid ‘Abdul Aziz, ketiga Sayyid ‘Abbas, keempat Sayyid ‘Abdul ‘Aziz, kelima Sayyid Muhammad al-Maliki dan keenam Sayyid ‘Abdul ‘Aziz, kesemuanya adalah orang ‘alim dan menjabat jabatan Imam dan khatib di Masjidil Haram. Jadi sepanjang enam keturunan tersebut sebelum beliau menjadi ulama-ulama besar, selain mendapat gelar jabatan imam dan khatib salah satu kakeknya ada juga yang menjadi mudarris (pengajar) di Masjidil Haram.[7]
Pada tanggal 2 Safar 1421 H / 6 Mei 2000, Universitas Alazhar Mesir, memberi Abuya gelar Profesor, berkat dedikasi beliau yang panjang dalam riset ilmiah dan karya tulis, yang memenuhi standar akademi. Selain itu, gelar honoris tersebut merupakan penghargaan atas jasa-jasa perjuangan beliau yang cukup lama, dalam dunia dakwah dan penyebaran ilmu syariat di banyak negara Islam.[8]
Keluarga beliau lebih dikenal dengan dengan gelar al-Maliki mengalahkan gelar asal  al-Hasani”. Ini di sebabkan salah seorang dari kakeknya pernah menjabat sebagai mufti madhab Maliki di Makkah al-Mukarramah pada zaman pemerintahan Syarif ‘Aun yang pemimpin Negara Makkah pada saat itu. Sejak itulah keluarga beliau lebih dikenali dengan gelar al-Maliki. Dari segi madhab beliau juga dikenal dengan penguasaannya terhadap empat madhab.[9]
3.      Perjalanan Belajar dan Mengajar
Muhammad ‘Alawi al-Maliki al-Hasani memulai pendidikan formalnya di Madrasah tahfiz Al-Qur’an Madrasah Al-Falah[10] dan Madrasah Saulatiyyah[11]. Selain itu beliau juga mengikuti pendidikan yang tidak formal di Masjid Al-Haram, sedangkan guru-gurunya adalah ulama-ulama besar Mekkah Al-Mukarramah. Beliau dikenal sangat pandai dan pandai, di usianya yang ke sepuluh tahun beliau telah dapat menghafal al-Quran dan menjadi imam di Masjidil Haram,[12] di usia lima belas tahun beliau dapat menghafal kitab Muwatta. Dan mendapat julukan muwatta yang berjalan” kerana penguasaan dan kepakaran beliau mengenai kitab tersebut.[13]
Dengan mengikuti nasihat dari ayahnya, beliau mempelajari dan mendalami berbagai ilmu agama Islam seperti: aqidah, tafsir, hadith, fiqh, usul fiqh, mustāla al-Hadith, nahwu dan lain-lain, di tangan ulama-ulama besar lain di Mekkah serta Madinah. Mereka semua telah memberikan ijazah penuh kepada beliau untuk mengajar ilmu-ilmu ini kepada orang lain.[14]
Ketika berumur lima belas tahun, sayyid Muhammad al-maliki telah mengajar kitab-kitab hadith dan fiqh di Masjidil Haram, kepada pelajar-pelajar lain, dengan arahan guru-gurunya. Setelah belajar di tanah kelahirannya Mekkah, beliau ke India untuk belajar dan mengajar. Keberangkatan beliau itu atas permintaan Shaikh Muhammad Ali Zainol Ali Ridla, penggagas madrasah al-falah di mekah. Shaikh Muhammad Ali Zainol Ali Ridla meminta agar lulusan madrasah al-Falah untuk dikirimkan ke India.
Setelah dua bulan di India beliau pulang kembali ke Mekah dan menyampaikan hasil yang diperoleh dari belajarnya, beliau sangat tertarik dengan metode belajar ilmu hadith yang ada di madrasah Darul Ulum India. Untuk itu, beliau meminta izin untuk belajar kembali di india. Di sana beliau mengikuti pelajaran khusus hadith dan mengkhatamkan kitab kutub sittah[15] untuk belajar kali kedua di India ini ditempuh selama lima bulan.[16]
Setelah belajar ilmu hadith di India, Sayyid Muhammad al-Maliki meneruskan belajarnya ke afrika Utara, Lybia, Maroco, dan Mesir. Pada mulanya beliau kepingin belajar di universitas Muhammad Idris as-Sanusi di Lybia, akan tetapi karena di negara tersebut terjadi revolusi. Dan menggulingkan kerajaan Sanusi digantikan dengan sistem pemerintahan seperti saat sekarang. Akhirnya kuliahnya tidak sampai selesai.
Lalu Sayyid Muhammad al-Maliki kuliah di universitas al-Azhar di Mesir, disana beliau mengambil jurusan syariah. Di pertengahan kuliahnya beliau menerima khabar bahwa ayahnya sakit, lalu beliau hanya menyelesaikan sampai satu tahun saja dan kembali ke Mekkah. Setelah sampai di Mekah beliau meneruskan kuliah di tahun keduanya di mekah dan menerima gelar srjana strata satu ditahun keempat.[17]
Namun, setelah tamat belajar di Mekkah, beliau kembali melanjutkan belajarnya di Universitas Al-Azhar dengan gelar master dan gelar doktor. Beliau akhirnya mendapat hasil mumtaz (amat cemerlang). Tesis karangan beliau mendapat pujian dari ulama-ulama besar Al-Azhar. Beliau memperoleh gelar Ph.D-nya dalam Studi Hadith dengan penghargaan tertinggi dari Universitas al-Azhar di Mesir, pada saat baru berusia dua puluh lima tahun.
Sayyid Muhammad al-Maliki selama melakukan perjalanan dalam rangka belajar dan mengajar studi Hadith ke Afrika Utara, Timur Tengah, Turki, Yaman, dan juga Pakistan, dan memperoleh sertifikasi mengajar (ijazah) dan sanad dari guru-gurunya. Sayyid Muhammmad merupakan pendidik Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seorang ‘alim kontemporer dalam ilmu hadith, mufassir (ahli tafsir) al-Qur’an, fiqh, doktrin (‘aqidah), tasawwuf, dan biografi Nabawi (sirah). Sayyid Muhammad al-Makki merupakan seorang ilmuan yang mewarisi pekerjaan dakwah ayahanya, membina para santri dari berbagai daerah dan negara di dunia Islam di Mekkah al-Mukarromah.[18]

4.      Guru-gurunya
As Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki telah berguru pada banyak syeikh, selama ada di halaqah  Masjidil Haram, atau ketika belajar di Madrasah Al Falah di Makkah atau di Madinah ataupun di luar negeri. Namun guru-guru yang benar-benar membentuk kepribadiannya adalah guru-guru yang berada atau bermukim di Makkah. Dan tidak diragukan lagi bahwa yang paling banyak berjasa dalam membentuk kepribadiannya ialah ayahandanya sendiri, As Sayyid Alawi bin Abbas alMaliki al-Hasani. Beliau belajar pada ayahnya sendiri di rumah maupun di Masjidil Haram. Betapa ayahnya memberikan perhatian yang khusus dan bimbingan yang seksama kepada beliau. Sehingga beliau pernah berkata :
كَانَ وَالَّذِيْ هُوَ الْمُفَخِّرُ وَالْمُشَجِّعُ وَالْمُعِيْنُ الَّذِيْ لاَ يَنْضُبُ
            “Ayahanda, beliaulah yang membuatku jaya, motivatorku yang membuatku bersemangat, beliau adalah sumber. (ilmu)ku yang tak pernah kering”
Beliau pernah ditanya perihal guru-gurunya, beliau menjawab, “Kami telah bertemu dan belajar dari banyak ulama dan tokoh terkemuka, baik dari kalangan Saadah Bani `Alawi (Ahlu Bait Rasulullah) maupun yang lainnya. Baik yang kami temui di Al haramain Asy Syarifain (Makkah dan Al Madinah) maupun pada saat kami melawat ke Maroko, Mesir, Al Jazair, Tunisia, Sudan, Indonesia dan lainnya. Jika kami hitung-hitung barangkali jumlah mereka lebih dari 100 orang”.
               Berikut adalah beberapa guru beliau yang paling masyhur :
·   Ayahandanya sendiri As Sayyid Alawi bin abbas Al Maliki Al Hasani (w.1391 H)
·   Shaikh Muhammad Yahya bin Shaikh Aman (w. 1387 H)
·   Shaikh Muhammad al`Arabi At Tabbani (w. 1391 H)
·   Shaikh Hasan bin Sa`id Yamani (w. 1391 H)
·   Shaikh Muhammad al  Hafidz At Tijani, guru besar ilmu hadith di Mesir (w. 1398 H)
·   Shaikh Hasan bin Muhammad al Masysyath (w. 1399 H)
·   Shaikh Muhammad Nur Saif  bin Hilal Al Makki (w. 1410 H)
·   Shaikh Abdullah bin sa`id Al Lahji (w. 1410 H)
Mereka adalah Ulama yang senantiasa dilazimi oleh as Sayyid Muhammad Al Maliki, diikuti majelis taklimnya dan beliau banyak mengambil faedah dari mereka[19].
Adapun masyayikh beliau baik dalam riwayah dan ijazah atau dalam qira`ah dan ijazah dari kalangan ulama dunia islam yang lain, diantaranya :
·   Al Muhaddits Shaikh Muhammad Zakariya Al Kandahlawi, guru besar ilmu hadith di India
·   Al Muhaddits Shaikh Habiburrahman al A`dhami
·   Al Muhaddits Shaikh Muhammad Yusuf di Karachi
·   Shaikh Muhammad Syafi`i, Mufti Pakistan
·   Shaikh Myhammad As`ad, Mufti Syafi`iyyah di Halb
·   Shaikh Hasan bin Ahmad bin Abdul Bari Al Ahdal Al Yamani
·   Al Musnid Al `Arif Billah Makki bin Muhammad bin Ja`far Al Kattani ad Dimasyqi (Damaskus, Syiria)
·   Shaikh Hasanain bin Muhammad Makhluf (w. 1411 H). Mantan Mufti Mesir
·   Shaikh Amin bin Mahmud Khattab As Subki, Mesir.
·   Shaikh Muhammad Abdullah `Arabi Al Mashri, murid Shaikh Al Bājuri.
·   Shaikh Abdul Yasar ibn Abidin, Mufti Syiria
·   Shaikh Abdullah Zaid Al Maghrabi Az Zabidi
·   As Sayyid Mutahhar Al Ghirbani Al Yamani
·   Shaikh Ibrahim Al Khattani Al Bukhari Al Madani
·   Shaikh Saleh Al Ja`fari, Imam Jami` Al Azhar
·   Shaikh Ibrahim Abul `Uyun
·   Shaikh Yusuf Ishaq As Sudani
·   Shaikh Ibrahim As Sudani
·   Shaikh abdullah bin Shiddiq Al Ghimari Al Maghrabi
·   Shaikh Muhammad Tahir At Tunisi
·   Shaikh Fadal bin Muhammad Ba Fadal, Tarim
·   As Sayyid Muhammad Yahya Al Ahdal Al Yamani
·   Ash Sharif Muhammad Mustfa Ash Shingqiti
·   Shaikh Khalil bin Abdul Qadir Al Makki
·   Shaikh Umar Al Yafi`i
·   Shaikh Al Mu`ammar Diyauddin Ahmad Al Qadiri
Adapun Jalur-jalur pengambilan sanad beliau dari kalangan Sādah Bani `Alawi, diantaranya :
·   Al Imam Al Habib Umar bin Sumait
·   Al Imam Al Habib Umair bin Sumait
·   Al Imam Al Habib Hamzah bin Umar Al Aydrus
·   Al Imam Al Habib Ali bin Abdur rahman Al Habsyi, Kwitang, Jakarta
·   Al Imam Al Habib Al `Allamah Ali bin Husein Al Attas, Bungur, Jakarta
·   Al Habib Al Faqih Hamid bin Muhammad bin Salim As Sari, Malang
·   Al Habib Al `Allamah Shaikh bin Salim Al Attas
·   Al Habib Muhammad bin Salim bin Ahmad bin Hasan Al Attas
·   Al Imam Al Habib Al `Arif billah Alawi bin Abdullah bih Shihabuddin
·   Al Habib Al `Allamah Al Adib Abdullah bin Ahmad Al Haddar
·   Al Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Alawi Al Attas
·   Al Habib Saleh bin Muhsin Al Hamid, Tanggul, jember
·   Al Habib Muhammad bin Salim bin Shaikh Abi bakar, Tarim, Hadramaut
·   Al Habib Salim bin Jindan, Jakarta
·   Al Habib Al `Allamah Abdul Qadir bin Ahmad As Seggaf, Jeddah
·   Al Habib Al `Allamah Ahmad Mashhur bin Taha Al Haddad, Jeddah
·   Al Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habshi, Palembang
Mudah-mudahan Allah merizai mereka semua. Amin.
             As Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani sangat menghormati guru-guru beliau dan menjunjung tinggi kedudukan mereka. Beliau tawadu` di hadapan mereka dan selalu berbaik sangka dan yakin kepada mereka.
             Suatu ketika beliau mengunjungi guru beliau Al `Allamah Al Muhaddith As Shaikh Hasan Al Mashshat bersama murid-muridnya di distrik An Nuzhah. Ketika dihidangkan teh, beliau menuangkannya untuk sang guru dengan tangannya sendiri dan tidak mengizinkan muridnya yang melakukannya.
             Demikian salah satu bentuk adab dan akhlak beliau terhadap gurunya. Sering kali beliau mengingatkan murid-muridnya dengan mutiara hikmah Al Habib Abdullah Al Haddad yaitu,
             “Tidaklah seseorang menjadi guru seseorang kecuali jika hatinya sudah bersamanya (yakin) sehingga dia tidak melihat seorangpun yang lebih utama daripada gurunya, jika demikian, maka barulah dia dapat mengambil manfaat dari guru itu”.      
5.      Murid-muridnya
Telah banyak para penuntut ilmu yang belajar kepada beliau, baik yang berasal dari Makkah dan Madinah maupun yang datang dari negara lain termasuk dari Indonesia. Mayoritas santri atau murid beliau menjadi kader dakwah islamiyah bagi masyarakat setempat di mana mereka tinggal[20].
Di antara mereka ada yang menduduki jabatan sebagai qadi, ahli dakwah, ulama, dan pengasuh pondok pesantren maupun madrasah yang tersebar di segala penjuru.
Beliau mencetak generasi dakwah yang militan dan inilah salah satu ciri khas beliau. Beliau telah mendidik dan mengkader ratusan ulama yang diambil dari berbagai negeri lalu diasuh dan dibimbing dengan pengawasan yang ketat dan perhatian yang besar.
Jadi obsesi beliau untuk melahirkan generasi ulama bukan hanya wacana pemikiran semata, namun merupakan harapan yang terealisasi nyata sebagaimana kita saksikan saat ini.
Dari majelis ilmu dan ribat beliau telah bermunculan ulama-ulama besar yang membawa panji Rasulullah ke seluruh penjuru dunia. Di belahan bumi ini kita akan menjumpai murid-murid beliau, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika terutama Asia yang merupakan orbit dakwah beliau. Mereka tampil sebagai juru dakwah yang profesional sesuai dengan potensi dan kondisi sosial masyarakatnya.
Dari tangan beliau telah lahir sosok-sosok da`i dan ulama yang bervariasi sebagaimana madrasah Rasulullah SAW telah melahirkan pribadi-pribadi memulia yang beragam. Setidaknya apa yang dihasilkan dari didikan beliau menjadi miniatur dari model tarbiyah Rasulullah SAW
Ini adalah bukti bahwa ilmu yang beliau ajarkan penuh dengan keberkahan. Beliau mendidik murid-muridnya dengan penuh keikhlasan demi Allah SWT semata. Inilah yang kemudian menjadikan ilmu para muridnya benar-benar manfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
Terbukti di tanah air kita, beberapa murid-murid beliau tersebar seantero negeri ini, kebanyakan mereka adalah pengasuh pondok pesantren, madrasah atau ulama ahli dakwah. Bahkan sebagian besar murid beliau yang tinggal bersamanya (dakhili) berasal dari Indonesia. Sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa beliau adalah salah satu guru para ulama Indonesia.
6.      Karya-karyanya
Disamping sebagai penceramah, pengajar, pembimbing, dosen dan segala bentuk kegaatan, Muhammad ‘Alawi al-Maliki al-Hasani juga aktif sebagai penulis. Beliau termasuk penulis yang produktif dan unggul. Buku karya beliau lebih dari seratus, selain itu, beliau juga aktif menulis artikel-artikel tentang berbagai topik dalam ilmu-ilmu keislaman.
Buku karangan beliau terdiri dari berbagai macam disiplin ilmu, seperti akidah, tafsir, hadith, ilmu al-Qur’an, sirah Nabawiyah, usul fiqh, tasawuff dan lain-lain. Selain itu tulisan beliau banyak menjadi rujukan utama pada topik yang akan dibahas dalam sebuah forum diskusi. Agar karyanya dapat dinikmati oleh masyarakat banyak dan menambah khasanah keilmuan dalam dunia Islam, maka karya-karyanya diedarkan secara luas. Bahkan banyak juga karya beliau yang diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, seperti Indonesia, Melayu, Inggris Perancis, Urdu dan Swahili (Negeria).[21]
Pribadi beliau sangat perhatian pada permasalahan yang terjadi pada masyarakat umum. Terbukti beberapa karya beliau menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut. Seperti membahas mengenai cara menciptakan keluarga yang sakinah dan islami, bagaimana cara agar mendapatkan petujuk menuju hidayah dan keselamatan, bagaimana memahami reformasi atau pembaharuan menurut pandangan Islam bahkan siasat orang-orang barat (orienalis) dalam menyesatkan umat. Sehingga hampir semua yang menjadi permasalah umat, beliau jelaskan di lama karyanya dengan detail dan akurat.[22]
Penulis akan sebutkan diantara karya-karya beliau dalam berbagai disiplin ilmu ialah:
a.       Di Bidang Akidah
1.      Mafāhīm Yajibu an Tusahhaha
2.      Manhaj as-Salaf Fī Fahmi an-Nusus Bayna an-Nazarīyah Wa at-Tatbiq
3.      Hua Allah
4.      Qul Hadhihi Sabīlī
5.      At-Tahdhīr Min al-Mujāzafat Fī at-Takfir
6.      Al-Ghuluw Watharuhu Fī al-Irhāb Waifsadi al-Mujtami’
7.      Tahqiq al-Āmāli Fīmā Yanfa’u al-Mayyit Minal ‘Amal
b.      Di Bidang Tafsir dan Ulumul Tafsir
1.      Wahuwa Bil Ufuqi A’la
2.      Zubdatul Itqan
3.      Al-Qawā’idul Āsāsiyat Fī ‘Ulūm al-Qur’an
c.       Di Bidang Hadith dan Mustalahul Hadith
d.      Di Bidang Usul Fiqh
e.       Di Bidang Haji dan Sejarah Kota Makkah
f.       Di Bidang Sirah Nabawiyah
g.      Di Bidang dhikir dan Amaln Rohaniyah
h.      Di Berbagai Bidang
i.        Mentahqiq Kitab ‘Alawi al-maliki
7.      Berpulang Ke Rahmatullah
Setelah sekian lama As Sayyid Muhammad Al Maliki mengabdikan dirinya untuk berdakwah dan mendidik murid-muridnya dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan, akhirnya beliau dipanggil oleh Allah SWT untuk berpulang ke Rahmat-Nya pada Fajar hari Jum`at[23] tanggal 15 Ramadhan 1425 Hijriyah bertepatan dengan 29 Oktober 2004 di rumah kediaman beliau Jalan Al Maliki distrik Rushaifah setelah sebelumnya sempat dirujuk ke rumah sakit karena sakit yang datang tiba-tiba.[24]
Cukuplah sebagai kemuliaan dan kecintaan yang Allah berikan kepada beliau, dimana beliau menghadap Allah di hari Jum`at yang berkah dan di bulan Ramadhan yang mulia, Rasulullah SAW bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمْعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ إِلاَّوَقَاهُ اللهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Tidak ada seorang muslim yang meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat
 terkecuali Allah pasti menjaganya dari fitnah kubur” (HR.Ahmad dan At Tirmidzi dari Abdullah bin `Amr ra.)
            Berita wafatnya beliau membuat cukup kaget keluarga, murid-muridnya, dan masyarakat Makkah yang tengah menunggu kepulihan kembali kesehatan beliau. Tapi sebaliknya berita yang didengar adalah wafatnya beliau. Ini yang membuat mereka menjadi sedih.
            Begitu mendengar berita duka dari mulut ke mulut, ribuan masyarakat pecinta beliau panik. Mereka berbondong-bondong menyerbu rumah kediaman beliau untuk menyaksikan kebenaran wafatnya beliau yang secara mendadak. Karena mereka hamper tidak percaya dengan berita itu. Suasana pun tambah panik lagi pagi itu setelah jasad Almarhum dibawa dari rumah sakit ke rumah beliau.
            Ribuan orang berduyun-duyun ke rumah beliau ingin menyaksikan jenazah Almarhum secara langsung. Kepanikan warga Makkah itu membuat macet lalu lintas. Jalan menuju Hayal Rashifah, rumah kediaman beliau, dipadati kendaraan dan manusia.
            Allah telah mengabulkan permintaan beliau yang menginginkan untuk wafat di bulan suci Ramadhan dan diantara keluarga, murid-murid dan pecintanya. Jenazah ayah dari 17 putra dan putri ini dimakamkan di pemakaman Al Ma`la di dekat makam Ummul Mu`minin As Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ra.
            Setelah jenazah beliau dimandikan didalam rumahnya, sekitar jam 18.15 waktu setempat, setelah shalat Maghrib, keranda beliau dibawa kemudian di letakkan di tengah-tengah majelis dimana beliau mengajar dan menyampaikan tausyiahnya semasa hidup.
            Mereka yang hadir memandang beliau untuk terakhir kalinya, pandangan perpisahan yang menyesakkan dada karena kesedihan mendalam.
            Kemudian dilaksanakan shalat jenazah di tempat itu dengan imam adik kandung beliau As Sayyid abbas bin Alawi Al Maliki. Kalimat tahlil dan takbir menggemuruh terdengar dari mereka yang hadir, tangisan pun tidak bisa dihindari, terbawa suasana yang mengharukan.
            Bahkan sebelum jenazah diberangkatan ke Masjidil Haram, keluarga telah menyiapkan makanan buka puasa untuk para pentakziah yang dating.
            Beliau dishalati di Masjidil Haram – setelah sebelumnya di shalati di rumah duka – selepas shalat Isya` pada hari itu juga (Jum`at malam Sabtu) oleh ratusan ribu manusia, dan yang bertindak sebagai imam shalat jenazah di Masjidil Haram adalah Syaikh Muhammad Abdullah Subayyil.[25] Mereka mengantar jenazah beliau dari rumah ke Masjidil Haram sampai pemakaman Ma`la. Shalat ghaib bagi beliau pun dilakukan di berbagai negara di dunia.
            Para Ulama, thalabatul `ilm, orang-orang yang `umrah, penduduk setempat, murid-murid, kerabat dan kawan-kawan beliau dari dalam negeri maupun manca negara ikut mengantar kepergian Sang Muhaddits. Tampak pada wajah mereka air mata dan kesedihan yang mendalam.
            Bahkan para pejabat pemerintah kerajaan Arab Saudi dan negara lain seperti Mesir, Sudan, Maroko, Indonesia dan lainnya hadir pada pemakaman beliau. Ucapan takziah (belasungkawa) pun berdatangan dari penjuru dunia islam.
            Dengan iringan dzikir tahlil dan tasbih (suatu amalan yang bid`ah bagi kaum Wahabi), para pengantar jenazah ulama besar Ahli Sunnah wal Jama`ah ini. Sepanjang jalan yang dilewati keranda dan iring-iringan, orang berjubel keluar rumah dan toko memberikan penghormatan terakhir pada ulama yang pernah beberapa tahun mengisi pengajian di Masjid al-Haram ini, sebagian besar ada yang mematikan lampu tanda memberi hormat. Tidak kurang 500 personil tentara diperkirakan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi untuk mengawal dan mengamankan acara pemakaman beliau. Sungguh suasana yang sangat mulia untuk mengiringi kepergian hamba yang mulia pula.
            Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumah beliau terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza`. Mereka diterima oleh beberapa kerabat, menantu dan putra-putra beliau. Tampak beberapa Menteri dan Keluarga Kerajaan Arab Saudi turut hadir untuk menunjukkan belasungkawa. Dan di hari terakhir `aza` wakil Raja Saudi (saat itu), Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sulthan dating ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak akan dilupakan umat.
            Beliau wafat di hari dan bulan yang sangat mulia, Hari Jumat Bulan Ramadhan, cukuplah ini sebagai bukti kecintaan dan qabul  ِAllah SWT kepada beliau. Kota Makkah Al Mukarramah


[1] Abu Ali al-Banjari an-Nadwi al-Maliki, Sejarah Hidup Dan Pemikirannya (Kedah: Khazanah Banjariah, 2005), 17.
[2] Ṣalih bin Ahmad al-Iydrus, Mutiara Ahlul Bait Dari Tanah Haram (Malang: Madinatul Ilmi, 2009), 03-4.
[3] Sayyid ‘Alawi bin Abbas al-Maliki dilahirkan di kota Makkah pada tahun 1328 H (sekitar tahun 1910 M). Beliau dididik oleh ayahnya sendiri, dan menempuh pendidikan di madrasah milik pamannya yang bernama Sayyid Ḥasan al-Maliki. Selepas dari madrasah tersebut beliau melanjutkan di madrasah al-Falah di Masjidil Haram.Beliau menyeleaikan dan mandapatkan ijazah dari madrasah al-Falah tahun 1346 H. Karena dirasa mampu dan mumpuni, maka pada tahun 1347 H beliau direkomendasikan menjadi pengajar di madrasah al-Falah. Pada saat itu beliau berumur 20 tahun termasuk pengajar yang paling muda di madrasah tersebut. Lihat Ahmad al-Iydrus, Mutiara Ahlul Bait.195-197.
[4] Ibid.,06
[5] Ibid.,06-07
[6] Ahmad al-Iydrus, Mutiara Ahlul Bait. 50.
[7]Abu Ali al-Banjari, Sejarah Hidup dan Dasar-dasar Pemikirannya, 22.
[9] Selain itu beliau juga menyatakan: "أنا ابن المذاهب الاربعة" saya seorang anak yang menguasai empat madhab.yang dimaksud dengan madhab empat yaitu madhab Maliki, Safi’i, Hanafi, dan Hambali. Abu Ali al-Banjari, Sejarah Hidup dan Dasar-dasar Pemikirannya, 23. Lihat Sejarah Hidup dan Dasar-dasar Pemikirannya, 33
[10] Madrasah al-Falah adalah sebuah madrasas atau tempat pendidikan yang sangat terkenal di kota Makkah bahkan seantero jazirah Arab, madrasah terebut didirikan oleh Muhammad Zainul ‘Ali Rida 1301-1389 H). beliau adalah seorag saudagar mutiara yang kaya dan sangat dermawan berasal dari Makkah tapi beliau lebih memilih tinggal di India. Madrasah al-Falah didirikan pada tahun 1323 H. Lihat Ahmad al-Iydrus, Mutiara Ahlul Bait.15.
[11] Madrasah Saulatiyyah ialah tempat pendidikan yang didirikan oleh pengarang kitab Izharul Haq, al-Kirnawi yang berasal dari India. Beliau adalah salah satu ulama yang diperbolehkan mengajar di Masjidil Haram. Model pembelajaran di Makkah dan Madinah pada waktu itu dengan sistem halaqah, yaitu para murid mengelilingi seorang guru di dalam masjid tanpa ada bangku dan kursi serta kurikuum yang teratur. Melihat kondisi yang seperti itu, mendorong al-Karnawi untuk membangun madrasah yang tersusun rapi seperti yang ada di India. Dengan mendapatkan bantuan dana dari perempuan dermawan yang kaya dari India bernama Saulatiyyah Nisa’, beliau dapat mendirikan madrasah pada bulan Rabiul Awal tahun 1285 H yang diberinama al-Madarsatul Saulatiyah. Dengan ini berdirilah sebuah tempat pendidikan yang pertamakali di Makkah yang pelajarannya pertamakali dimulai pada tahun  1292H. Abu Ali al-Banjari, Sejarah Hidup dan Dasar-dasar Pemikirannya, 34. Lihat pula Ahmad al-Iydrus, Mutiara Ahlul Bait.17
[12] Abu Ali al-Banjari, Sejarah Hidup dan Dasar-dasar Pemikirannya, 18.
[15] Kitab hadith enam yaitu: Shahih Bukhari, Sahahih Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah.
[16]Abu Ali al-Banjari, Sejarah Hidup dan Dasar-dasar, 27-29.
[17]Ibid., 31.
[19] Mutiara ahlul bait hal. 18
[20] Mutiara ahlul bait hal. 27
[21] Ahmad al-Iydrus, Mutiara Ahlul Bait.77.
[22] Ibid.,78.
[23] Menurut keterangan dr. Fuad Jadu, salah satu dokter yang menangani beliau, Beliau wafat sekitar jam 4 pagi waktu setempat.
[24] Menurut keterangan para dokter yang menangani beliau di Rumah Sakit Ar Rafi`, Makkah, ketika diperiksa –sebelum wafat- memang kadar gula dan kolesterol beliau tinggi sehingga terjadi penyumbatan pada aliran darah ke Jantung.
[25] Salah satu imam dan khatib Masjidil Haram