A. BIOGRAFI MUHAMMAD BIN ‘ALAWI
AL-MALIKI AL-HASANI
1.
Nama, Nasab, dan Kelahirannya
Muhammad
‘Alawi al-Maliki al-hasani adalah seoarang
guru yang ‘alim, ahli dalam bidang hadits, salah satu keturunan
Rasulullah SAW. Beliau Putra dari sayyid ‘Alwi Bin Abbas Bin ‘Abdul
‘Aziz Bin ‘Arif Billah al-Maliki al-Hasani al-Idris. Nasab beliau berasambung
terus sampai kepada sayyid Idris al-Azhar Bin Idris al-Akbar Bin
‘Abdullah al-Kamil Bin Hasan al-Muhanna Bin Hasan Sayyidina ‘Ali Bin
Abi Talib suami dari Sayyidatina Fatimah az-Zahra Binti Rasulillah SAW.[1]
Beliau
mempunyai nama Muhammad yang mashur pula dengan nama Muhammad ‘Alawi al-Maliki
al-Hasani, nama tersebut karena di-nisbah-kan kepada ayah dan kakeknya sayyid
‘Alawi dan al-Maliki al-Hasani. Beliau dilahirkan di kota yang mulia, yaitu Makkah al-Mukaramah
pada tahun 1367 H (sekitar tahun 1947 M). Tepatnya dikawasan Babussalam. Yaitu
di kediaman ayahanya sendiri.
Di
Negara Makkah keluarga beliau dikenal sebagai ‘Ālim dan di segani banyak
orang. Ayahnya yaitu sayyid ‘Alawi al-Maliki dan kakek beliau Sayyid Abbas
al-Maliki adalah tokoh yang banyak dikenal dan dihormati dari sekian banyak ustad
yang mengajar di Masjidil Haram. Sayyid ‘Alawi al-Maliki, mengajar di
Masjidil Haram lebih dari 40 tahun lamanya, sejak 1347-1391.[2]
Ulama dari asia tengara banyak yang berguru
kepadanya. Murid beliau yang dari Indonesia diantaranya adalah saikh
Muhammad Yasin al-Fadani.[3]
Muhammad
‘Alawi al-Maliki al-Hasani berpostur tinggi, kulitnya berwarna putih,
kepalanya besar dan berdahi luas, dadanya bidang dan bertubuh padat dan berisi
serta berjenggot lebat yang menambah kewibawaannya. Selain itu beliau berakhlak
mulia, berbudi pakerti luhur, memiliki perhatian yang tinggi, sabar namun tegas
dan berani untuk mengatakan kebenaran dijalan Allah. Walaupun, itu nanti akan
menyebabkan beliau dicaci maki. Beliau juga dikenal dengan sifat yang iffah
(menjaga diri), zuhud, wara’, istiqamah dan sangat
dermawan.[4]
Sosok
beliau dikenal sebagai ulama yang semangat yang tinggi dalam mencari ilmu.
Seringkali beliau dimintai untuk memecahkan sebuah permasalahan yang dianggap
sangat rumit bagi sebagian orang. Tapi, beliau dapat menyelesaikanya denagan
baik. Kecermatan dan ketepatan pandangan dan pendapat beliau dalam suatu
perkara menunjukkan keluasan ilmu dan pengetahuannya sekalipun dalam
permasalahan kecil. Dan dengan bahasa yang lugas, tegas dan jelas, menjadikan
orang lain terdiam manakala beliau dihadapkan pada sebuah mujadalah
(diskusi atau perdebatan), karena beliau dapat mengemukakan argumennya dengan
bahasa dan metode yang baik.[5]
Banyak
orang tahu, bahwa belaiau adalah figur yang sangat tawadu (rendah diri), bijaksana dan
tidak ghuluw (fanatik secara berlebihan). Beliau bukan seorang yang suka
mencerca atau marah kepada orang yang berpeda pendapat dengannya. Tapi, beliau selalu
siap dan bersedia bila diajak berdiskusi. Sikap tegas dan wibawa sudah menjadi
karakter hidupnya. Sehingga tak heran apabila beliau menjadi otoritas yang
dihormati dikalangan ulama ahlusunah wa al-Jama’ah.[6]
2.
Gelar Kehormatan
Muhammad
‘Alawi al-Maliki al-Hasani lahir dari keluarga yang kakek pertama Muhammad
al-Maliki yaitu Sayyid ‘Abbas, kakek kedua Sayyid
‘Abdul Aziz, ketiga Sayyid ‘Abbas, keempat Sayyid ‘Abdul ‘Aziz, kelima
Sayyid Muhammad al-Maliki dan keenam Sayyid ‘Abdul ‘Aziz,
kesemuanya adalah orang ‘alim dan menjabat jabatan Imam dan khatib di Masjidil
Haram. Jadi sepanjang enam keturunan tersebut sebelum beliau menjadi ulama-ulama
besar, selain mendapat gelar jabatan imam dan khatib salah satu kakeknya
ada juga yang menjadi mudarris (pengajar) di Masjidil Haram.[7]
Pada tanggal 2 Safar 1421 H / 6 Mei
2000, Universitas Alazhar Mesir, memberi Abuya gelar Profesor, berkat dedikasi
beliau yang panjang dalam riset ilmiah dan karya tulis, yang memenuhi standar
akademi. Selain itu, gelar honoris tersebut merupakan penghargaan atas
jasa-jasa perjuangan beliau yang cukup lama, dalam dunia dakwah dan penyebaran
ilmu syariat di banyak negara Islam.[8]
Keluarga beliau lebih dikenal dengan
dengan gelar al-Maliki mengalahkan gelar asal “al-Hasani”. Ini di sebabkan salah seorang dari kakeknya pernah menjabat
sebagai mufti madhab Maliki di Makkah al-Mukarramah pada zaman
pemerintahan Syarif ‘Aun
yang pemimpin Negara
Makkah pada saat itu. Sejak
itulah keluarga beliau lebih dikenali dengan gelar al-Maliki. Dari segi madhab
beliau juga dikenal dengan penguasaannya terhadap empat madhab.[9]
3.
Perjalanan Belajar dan Mengajar
Muhammad
‘Alawi al-Maliki al-Hasani memulai pendidikan formalnya di Madrasah tahfiz
Al-Qur’an Madrasah Al-Falah[10] dan Madrasah Saulatiyyah[11].
Selain itu beliau juga mengikuti pendidikan yang tidak formal di Masjid
Al-Haram, sedangkan guru-gurunya adalah ulama-ulama besar Mekkah Al-Mukarramah.
Beliau dikenal sangat pandai dan pandai, di usianya yang ke sepuluh tahun beliau telah dapat
menghafal
al-Qur’an dan menjadi imam di Masjidil Haram,[12]
di usia lima belas tahun beliau dapat menghafal kitab
Muwatta. Dan mendapat
julukan “muwatta yang berjalan”
kerana penguasaan dan kepakaran beliau mengenai kitab tersebut.[13]
Dengan
mengikuti nasihat dari ayahnya, beliau mempelajari dan mendalami berbagai ilmu
agama Islam seperti: aqidah, tafsir, hadith, fiqh, usul fiqh,
mustāla al-Hadith, nahwu dan lain-lain, di tangan
ulama-ulama besar lain di Mekkah serta Madinah. Mereka semua
telah memberikan ijazah penuh kepada beliau untuk mengajar ilmu-ilmu ini kepada
orang lain.[14]
Ketika
berumur lima
belas tahun, sayyid Muhammad al-maliki telah mengajar kitab-kitab hadith
dan fiqh di Masjidil Haram, kepada pelajar-pelajar lain, dengan arahan
guru-gurunya. Setelah belajar
di tanah kelahirannya Mekkah, beliau
ke India
untuk belajar dan mengajar. Keberangkatan beliau itu atas permintaan Shaikh
Muhammad Ali Zainol Ali Ridla, penggagas madrasah al-falah di mekah. Shaikh
Muhammad Ali Zainol Ali Ridla meminta agar lulusan madrasah al-Falah untuk
dikirimkan ke India.
Setelah
dua bulan di India beliau pulang kembali ke Mekah dan menyampaikan hasil yang
diperoleh dari belajarnya, beliau sangat tertarik dengan metode belajar ilmu
hadith yang ada di madrasah Darul Ulum India. Untuk itu, beliau
meminta izin untuk belajar kembali di india. Di sana beliau mengikuti pelajaran
khusus hadith
dan mengkhatamkan kitab kutub sittah[15]
untuk belajar kali kedua di India ini ditempuh selama lima bulan.[16]
Setelah
belajar ilmu hadith di India, Sayyid Muhammad al-Maliki meneruskan
belajarnya ke afrika Utara, Lybia, Maroco, dan Mesir. Pada mulanya beliau
kepingin belajar di universitas Muhammad Idris as-Sanusi di Lybia, akan tetapi
karena di negara tersebut terjadi revolusi. Dan menggulingkan kerajaan Sanusi
digantikan dengan sistem pemerintahan seperti saat sekarang. Akhirnya kuliahnya
tidak sampai selesai.
Lalu
Sayyid Muhammad al-Maliki kuliah di universitas al-Azhar di Mesir, disana
beliau mengambil jurusan syariah. Di pertengahan kuliahnya beliau
menerima khabar bahwa ayahnya sakit, lalu beliau hanya menyelesaikan sampai
satu tahun saja dan kembali ke Mekkah. Setelah sampai di Mekah beliau
meneruskan kuliah di tahun keduanya di mekah dan menerima gelar srjana strata
satu ditahun keempat.[17]
Namun, setelah tamat belajar di
Mekkah, beliau kembali melanjutkan belajarnya di Universitas Al-Azhar dengan gelar master
dan gelar
doktor. Beliau akhirnya mendapat hasil mumtaz (amat cemerlang). Tesis
karangan beliau mendapat pujian dari ulama-ulama besar Al-Azhar. Beliau
memperoleh gelar Ph.D-nya dalam Studi Hadith dengan penghargaan tertinggi dari
Universitas al-Azhar di Mesir, pada saat baru berusia dua puluh lima tahun.
Sayyid
Muhammad al-Maliki selama
melakukan perjalanan dalam rangka belajar
dan mengajar studi Hadith ke Afrika Utara, Timur Tengah, Turki,
Yaman, dan juga Pakistan, dan memperoleh sertifikasi mengajar (ijazah)
dan sanad dari guru-gurunya.
Sayyid
Muhammmad merupakan pendidik Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seorang ‘alim kontemporer
dalam ilmu hadith, mufassir (ahli
tafsir)
al-Qur’an, fiqh, doktrin (‘aqidah), tasawwuf,
dan biografi Nabawi (sirah). Sayyid Muhammad al-Makki merupakan
seorang ilmuan
yang mewarisi pekerjaan dakwah ayahanya,
membina para santri dari berbagai daerah dan negara di dunia Islam di Mekkah
al-Mukarromah.[18]
4.
Guru-gurunya
As
Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki telah berguru pada banyak syeikh, selama
ada di halaqah Masjidil Haram,
atau ketika belajar di Madrasah Al Falah di Makkah atau di Madinah ataupun di
luar negeri. Namun guru-guru yang benar-benar membentuk kepribadiannya adalah
guru-guru yang berada atau bermukim di Makkah. Dan tidak diragukan lagi bahwa
yang paling banyak berjasa dalam membentuk kepribadiannya ialah ayahandanya
sendiri, As Sayyid Alawi bin Abbas alMaliki al-Hasani. Beliau belajar pada
ayahnya sendiri di rumah maupun di Masjidil Haram. Betapa ayahnya memberikan
perhatian yang khusus dan bimbingan yang seksama kepada beliau. Sehingga beliau
pernah berkata :
كَانَ وَالَّذِيْ هُوَ الْمُفَخِّرُ وَالْمُشَجِّعُ وَالْمُعِيْنُ الَّذِيْ
لاَ يَنْضُبُ
“Ayahanda, beliaulah yang
membuatku jaya, motivatorku yang
membuatku bersemangat, beliau adalah sumber. (ilmu)ku yang tak pernah kering”
Beliau pernah ditanya perihal guru-gurunya, beliau
menjawab, “Kami telah bertemu dan belajar dari banyak ulama dan tokoh
terkemuka, baik dari kalangan Saadah Bani `Alawi (Ahlu Bait Rasulullah) maupun
yang lainnya. Baik yang kami temui di Al haramain Asy Syarifain (Makkah dan Al
Madinah) maupun pada saat kami melawat ke Maroko, Mesir, Al Jazair, Tunisia,
Sudan, Indonesia dan lainnya. Jika kami hitung-hitung barangkali jumlah mereka
lebih dari 100 orang”.
Berikut
adalah beberapa guru beliau yang paling masyhur :
·
Ayahandanya
sendiri As Sayyid Alawi bin abbas Al Maliki Al Hasani (w.1391 H)
·
Shaikh
Muhammad Yahya bin Shaikh Aman (w. 1387 H)
·
Shaikh
Muhammad al`Arabi At Tabbani (w. 1391 H)
·
Shaikh
Hasan bin Sa`id Yamani (w. 1391 H)
·
Shaikh
Muhammad al Hafidz At Tijani, guru besar
ilmu hadith di Mesir (w.
1398 H)
·
Shaikh
Hasan bin Muhammad al Masysyath (w. 1399 H)
·
Shaikh
Muhammad Nur Saif bin Hilal Al Makki (w.
1410 H)
·
Shaikh
Abdullah bin sa`id Al Lahji (w. 1410 H)
Mereka
adalah Ulama yang senantiasa dilazimi oleh as Sayyid Muhammad Al Maliki,
diikuti majelis taklimnya dan beliau banyak mengambil faedah dari mereka[19].
Adapun
masyayikh beliau baik dalam riwayah dan ijazah atau dalam qira`ah
dan ijazah dari kalangan ulama dunia islam yang lain, diantaranya :
·
Al
Muhaddits Shaikh Muhammad Zakariya Al Kandahlawi, guru besar ilmu hadith di
India
·
Al
Muhaddits Shaikh Habiburrahman al A`dhami
·
Al
Muhaddits Shaikh Muhammad Yusuf di Karachi
·
Shaikh
Muhammad Syafi`i, Mufti Pakistan
·
Shaikh
Myhammad As`ad, Mufti Syafi`iyyah di Halb
·
Shaikh
Hasan bin Ahmad bin Abdul Bari Al Ahdal Al Yamani
·
Al
Musnid Al `Arif Billah Makki bin Muhammad bin Ja`far Al Kattani ad Dimasyqi
(Damaskus, Syiria)
·
Shaikh
Hasanain bin Muhammad Makhluf (w. 1411 H). Mantan Mufti Mesir
·
Shaikh
Amin bin Mahmud Khattab As Subki, Mesir.
·
Shaikh
Muhammad Abdullah `Arabi Al Mashri, murid Shaikh Al Bājuri.
·
Shaikh
Abdul Yasar ibn Abidin, Mufti Syiria
·
Shaikh
Abdullah Zaid Al Maghrabi Az Zabidi
·
As
Sayyid Mutahhar Al Ghirbani Al Yamani
·
Shaikh
Ibrahim Al Khattani Al Bukhari Al Madani
·
Shaikh
Saleh Al Ja`fari, Imam Jami` Al Azhar
·
Shaikh
Ibrahim Abul `Uyun
·
Shaikh
Yusuf Ishaq As Sudani
·
Shaikh
Ibrahim As Sudani
·
Shaikh
abdullah bin Shiddiq Al Ghimari Al Maghrabi
·
Shaikh
Muhammad Tahir At Tunisi
·
Shaikh
Fadal bin Muhammad Ba Fadal, Tarim
·
As
Sayyid Muhammad Yahya Al Ahdal Al Yamani
·
Ash
Sharif Muhammad Mustfa Ash Shingqiti
·
Shaikh
Khalil bin Abdul Qadir Al Makki
·
Shaikh
Umar Al Yafi`i
·
Shaikh
Al Mu`ammar Diyauddin Ahmad Al Qadiri
Adapun
Jalur-jalur pengambilan sanad beliau dari kalangan Sādah Bani `Alawi,
diantaranya :
·
Al
Imam Al Habib Umar bin Sumait
·
Al
Imam Al Habib Umair bin Sumait
·
Al
Imam Al Habib Hamzah bin Umar Al Aydrus
·
Al
Imam Al Habib Ali bin Abdur rahman Al Habsyi, Kwitang, Jakarta
·
Al
Imam Al Habib Al `Allamah Ali bin Husein Al Attas, Bungur, Jakarta
·
Al
Habib Al Faqih Hamid bin Muhammad bin Salim As Sari, Malang
·
Al
Habib Al `Allamah Shaikh bin Salim Al Attas
·
Al
Habib Muhammad bin Salim bin Ahmad bin Hasan Al Attas
·
Al
Imam Al Habib Al `Arif billah Alawi bin Abdullah bih Shihabuddin
·
Al
Habib Al `Allamah Al Adib Abdullah bin Ahmad Al Haddar
·
Al
Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Alawi Al Attas
·
Al
Habib Saleh bin Muhsin Al Hamid, Tanggul, jember
·
Al
Habib Muhammad bin Salim bin Shaikh Abi bakar, Tarim, Hadramaut
·
Al
Habib Salim bin Jindan, Jakarta
·
Al
Habib Al `Allamah Abdul Qadir bin Ahmad As Seggaf, Jeddah
·
Al
Habib Al `Allamah Ahmad Mashhur bin Taha Al Haddad, Jeddah
·
Al
Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habshi, Palembang
Mudah-mudahan Allah
merizai mereka semua. Amin.
As Sayyid Muhammad bin Alawi Al
Maliki Al Hasani sangat menghormati guru-guru beliau dan menjunjung tinggi
kedudukan mereka. Beliau tawadu` di hadapan mereka dan selalu berbaik sangka
dan yakin kepada mereka.
Suatu ketika beliau mengunjungi
guru beliau Al `Allamah Al Muhaddith As Shaikh Hasan Al Mashshat bersama
murid-muridnya di distrik An Nuzhah. Ketika dihidangkan teh, beliau
menuangkannya untuk sang guru dengan tangannya sendiri dan tidak mengizinkan
muridnya yang melakukannya.
Demikian salah satu bentuk adab dan
akhlak beliau terhadap gurunya. Sering kali beliau mengingatkan murid-muridnya
dengan mutiara hikmah Al Habib Abdullah Al Haddad yaitu,
“Tidaklah seseorang menjadi guru
seseorang kecuali jika hatinya sudah bersamanya (yakin) sehingga dia tidak
melihat seorangpun yang lebih utama daripada gurunya, jika demikian, maka
barulah dia dapat mengambil manfaat dari guru itu”.
5.
Murid-muridnya
Telah
banyak para penuntut ilmu yang belajar kepada beliau, baik yang berasal dari Makkah
dan Madinah maupun yang datang dari negara lain termasuk dari Indonesia. Mayoritas
santri atau murid beliau menjadi kader dakwah islamiyah bagi masyarakat
setempat di mana mereka tinggal[20].
Di
antara mereka ada yang menduduki jabatan sebagai qadi, ahli dakwah, ulama, dan
pengasuh pondok pesantren maupun madrasah yang tersebar di segala penjuru.
Beliau
mencetak generasi dakwah yang militan dan inilah salah satu ciri khas beliau.
Beliau telah mendidik dan mengkader ratusan ulama yang diambil dari berbagai
negeri lalu diasuh dan dibimbing dengan pengawasan yang ketat dan perhatian
yang besar.
Jadi
obsesi beliau untuk melahirkan generasi ulama bukan hanya wacana pemikiran
semata, namun merupakan harapan yang terealisasi nyata sebagaimana kita
saksikan saat ini.
Dari
majelis ilmu dan ribat beliau telah bermunculan ulama-ulama besar yang membawa
panji Rasulullah ke seluruh penjuru dunia. Di belahan bumi ini kita akan
menjumpai murid-murid beliau, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika
terutama Asia yang merupakan orbit dakwah beliau. Mereka tampil sebagai juru
dakwah yang profesional sesuai dengan potensi dan kondisi sosial masyarakatnya.
Dari
tangan beliau telah lahir sosok-sosok da`i dan ulama yang bervariasi sebagaimana
madrasah Rasulullah SAW telah melahirkan pribadi-pribadi memulia yang beragam.
Setidaknya apa yang dihasilkan dari didikan beliau menjadi miniatur dari model
tarbiyah Rasulullah SAW
Ini
adalah bukti bahwa ilmu yang beliau ajarkan penuh dengan keberkahan. Beliau mendidik
murid-muridnya dengan penuh keikhlasan demi Allah SWT semata. Inilah yang
kemudian menjadikan ilmu para muridnya benar-benar manfaat untuk diri sendiri
dan orang lain.
Terbukti
di tanah air kita, beberapa murid-murid beliau tersebar seantero negeri ini,
kebanyakan mereka adalah pengasuh pondok pesantren, madrasah atau ulama ahli
dakwah. Bahkan sebagian besar murid beliau yang tinggal bersamanya (dakhili)
berasal dari Indonesia. Sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa
beliau adalah salah satu guru para ulama Indonesia.
6.
Karya-karyanya
Disamping
sebagai penceramah, pengajar, pembimbing, dosen dan segala bentuk kegaatan, Muhammad ‘Alawi al-Maliki al-Hasani juga aktif sebagai penulis. Beliau termasuk penulis yang
produktif dan unggul. Buku karya beliau lebih dari seratus, selain itu, beliau
juga aktif menulis artikel-artikel tentang berbagai topik dalam ilmu-ilmu
keislaman.
Buku
karangan beliau terdiri dari berbagai macam disiplin ilmu, seperti akidah,
tafsir, hadith, ilmu al-Qur’an, sirah Nabawiyah, usul fiqh, tasawuff dan
lain-lain. Selain itu tulisan beliau banyak menjadi rujukan utama pada topik
yang akan dibahas dalam sebuah forum diskusi. Agar karyanya dapat dinikmati
oleh masyarakat banyak dan menambah khasanah keilmuan dalam dunia Islam, maka
karya-karyanya diedarkan secara luas. Bahkan banyak juga karya beliau yang
diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, seperti Indonesia, Melayu, Inggris
Perancis, Urdu dan Swahili (Negeria).[21]
Pribadi
beliau sangat perhatian pada permasalahan yang terjadi pada masyarakat umum.
Terbukti beberapa karya beliau menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
masalah tersebut. Seperti membahas mengenai cara menciptakan keluarga yang
sakinah dan islami, bagaimana cara agar mendapatkan petujuk menuju hidayah dan
keselamatan, bagaimana memahami reformasi atau pembaharuan menurut pandangan
Islam bahkan siasat orang-orang barat (orienalis) dalam menyesatkan umat.
Sehingga hampir semua yang menjadi permasalah umat, beliau jelaskan di lama
karyanya dengan detail dan akurat.[22]
Penulis
akan sebutkan diantara karya-karya beliau dalam berbagai disiplin ilmu ialah:
a.
Di
Bidang Akidah
1.
Mafāhīm
Yajibu an Tusahhaha
2.
Manhaj
as-Salaf Fī Fahmi an-Nusus Bayna an-Nazarīyah Wa at-Tatbiq
3.
Hua
Allah
4.
Qul
Hadhihi Sabīlī
5.
At-Tahdhīr
Min al-Mujāzafat Fī at-Takfir
6.
Al-Ghuluw
Watharuhu Fī al-Irhāb Waifsadi al-Mujtami’
7.
Tahqiq
al-Āmāli Fīmā Yanfa’u al-Mayyit Minal ‘Amal
b.
Di
Bidang Tafsir dan Ulumul Tafsir
1.
Wahuwa
Bil Ufuqi A’la
2.
Zubdatul
Itqan
3.
Al-Qawā’idul
Āsāsiyat Fī ‘Ulūm al-Qur’an
c.
Di
Bidang Hadith dan Mustalahul Hadith
d.
Di
Bidang Usul Fiqh
e.
Di
Bidang Haji dan Sejarah Kota Makkah
f.
Di
Bidang Sirah Nabawiyah
g.
Di
Bidang dhikir dan Amaln Rohaniyah
h.
Di
Berbagai Bidang
i.
Mentahqiq
Kitab ‘Alawi al-maliki
7.
Berpulang
Ke Rahmatullah
Setelah
sekian lama As Sayyid Muhammad Al Maliki mengabdikan dirinya untuk berdakwah
dan mendidik murid-muridnya dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan,
akhirnya beliau dipanggil oleh Allah SWT untuk berpulang ke Rahmat-Nya pada
Fajar hari Jum`at[23]
tanggal 15 Ramadhan 1425 Hijriyah bertepatan dengan 29 Oktober 2004 di rumah
kediaman beliau Jalan Al Maliki distrik Rushaifah setelah sebelumnya sempat
dirujuk ke rumah sakit karena sakit yang datang tiba-tiba.[24]
Cukuplah
sebagai kemuliaan dan kecintaan yang Allah berikan kepada beliau, dimana beliau
menghadap Allah di hari Jum`at yang berkah dan di bulan Ramadhan yang mulia,
Rasulullah SAW bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ
يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمْعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ إِلاَّوَقَاهُ اللهِ
فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Tidak ada seorang muslim yang
meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat
terkecuali Allah
pasti menjaganya dari fitnah kubur” (HR.Ahmad dan At Tirmidzi dari Abdullah bin
`Amr ra.)
Berita wafatnya beliau membuat cukup
kaget keluarga, murid-muridnya, dan masyarakat Makkah yang tengah menunggu
kepulihan kembali kesehatan beliau. Tapi sebaliknya berita yang didengar adalah
wafatnya beliau. Ini yang membuat mereka menjadi sedih.
Begitu mendengar berita duka dari
mulut ke mulut, ribuan masyarakat pecinta beliau panik. Mereka
berbondong-bondong menyerbu rumah kediaman beliau untuk menyaksikan kebenaran
wafatnya beliau yang secara mendadak. Karena mereka hamper tidak percaya dengan
berita itu. Suasana pun tambah panik lagi pagi itu setelah jasad Almarhum
dibawa dari rumah sakit ke rumah beliau.
Ribuan orang berduyun-duyun ke rumah
beliau ingin menyaksikan jenazah Almarhum secara langsung. Kepanikan warga
Makkah itu membuat macet lalu lintas. Jalan menuju Hayal Rashifah, rumah
kediaman beliau, dipadati kendaraan dan manusia.
Allah telah mengabulkan permintaan
beliau yang menginginkan untuk wafat di bulan suci Ramadhan dan diantara
keluarga, murid-murid dan pecintanya. Jenazah ayah dari 17 putra dan putri ini
dimakamkan di pemakaman Al Ma`la di dekat makam Ummul Mu`minin As Sayyidah
Khadijah binti Khuwailid ra.
Setelah jenazah beliau dimandikan
didalam rumahnya, sekitar jam 18.15 waktu setempat, setelah shalat Maghrib,
keranda beliau dibawa kemudian di letakkan di tengah-tengah majelis dimana
beliau mengajar dan menyampaikan tausyiahnya semasa hidup.
Mereka yang hadir memandang beliau
untuk terakhir kalinya, pandangan perpisahan yang menyesakkan dada karena
kesedihan mendalam.
Kemudian dilaksanakan shalat jenazah
di tempat itu dengan imam adik kandung beliau As Sayyid abbas bin Alawi Al
Maliki. Kalimat tahlil dan takbir menggemuruh terdengar dari mereka yang hadir,
tangisan pun tidak bisa dihindari, terbawa suasana yang mengharukan.
Bahkan sebelum jenazah diberangkatan
ke Masjidil Haram, keluarga telah menyiapkan makanan buka puasa untuk para
pentakziah yang dating.
Beliau dishalati di Masjidil Haram –
setelah sebelumnya di shalati di rumah duka – selepas shalat Isya` pada hari
itu juga (Jum`at malam Sabtu) oleh ratusan ribu manusia, dan yang bertindak
sebagai imam shalat jenazah di Masjidil Haram adalah Syaikh Muhammad Abdullah Subayyil.[25]
Mereka mengantar jenazah beliau dari rumah ke Masjidil Haram sampai pemakaman
Ma`la. Shalat ghaib bagi beliau pun dilakukan di berbagai negara di dunia.
Para Ulama, thalabatul `ilm, orang-orang
yang `umrah, penduduk setempat, murid-murid, kerabat dan kawan-kawan beliau
dari dalam negeri maupun manca negara ikut mengantar kepergian Sang Muhaddits.
Tampak pada wajah mereka air mata dan kesedihan yang mendalam.
Bahkan para pejabat pemerintah
kerajaan Arab Saudi dan negara lain seperti Mesir,
Sudan, Maroko, Indonesia
dan lainnya hadir pada pemakaman beliau. Ucapan takziah (belasungkawa)
pun berdatangan dari penjuru dunia islam.
Dengan iringan dzikir tahlil dan
tasbih (suatu amalan yang bid`ah bagi kaum Wahabi), para pengantar
jenazah ulama besar Ahli Sunnah wal Jama`ah ini. Sepanjang jalan yang dilewati
keranda dan iring-iringan, orang berjubel keluar rumah dan toko memberikan
penghormatan terakhir pada ulama yang pernah beberapa tahun mengisi pengajian di
Masjid al-Haram ini, sebagian besar ada yang mematikan lampu tanda memberi
hormat. Tidak kurang 500 personil tentara diperkirakan oleh Pemerintah Kerajaan
Arab Saudi untuk mengawal dan mengamankan acara pemakaman beliau. Sungguh
suasana yang sangat mulia untuk mengiringi kepergian hamba yang mulia pula.
Begitu pula selama tiga hari tiga
malam rumah beliau terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan
belasungkawa dan melakukan `aza`. Mereka diterima oleh beberapa kerabat,
menantu dan putra-putra beliau. Tampak beberapa Menteri dan Keluarga Kerajaan
Arab Saudi turut hadir untuk menunjukkan belasungkawa. Dan di hari terakhir `aza`
wakil Raja Saudi (saat itu), Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sulthan
dating ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan
selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak akan dilupakan umat.
Beliau wafat di hari dan bulan yang
sangat mulia, Hari Jumat Bulan Ramadhan, cukuplah ini sebagai bukti kecintaan
dan qabul ِAllah SWT kepada beliau.
Kota Makkah Al Mukarramah
[1]
Abu Ali al-Banjari an-Nadwi
al-Maliki, Sejarah Hidup Dan Pemikirannya (Kedah: Khazanah Banjariah,
2005), 17.
[2] Ṣalih bin Ahmad al-Iydrus, Mutiara
Ahlul Bait Dari Tanah Haram (Malang:
Madinatul Ilmi, 2009), 03-4.
[3] Sayyid ‘Alawi bin Abbas
al-Maliki dilahirkan di kota
Makkah pada tahun 1328 H (sekitar tahun 1910 M). Beliau dididik oleh ayahnya
sendiri, dan menempuh pendidikan di madrasah milik pamannya yang bernama Sayyid
Ḥasan al-Maliki. Selepas dari madrasah tersebut beliau melanjutkan di
madrasah al-Falah di Masjidil Haram.Beliau menyeleaikan dan mandapatkan ijazah
dari madrasah al-Falah tahun 1346 H. Karena dirasa mampu dan mumpuni, maka pada
tahun 1347 H beliau direkomendasikan menjadi pengajar di madrasah al-Falah.
Pada saat itu beliau berumur 20 tahun termasuk pengajar yang paling muda di
madrasah tersebut. Lihat Ahmad al-Iydrus, Mutiara Ahlul Bait.195-197.
[4] Ibid.,06
[5] Ibid.,06-07
[9] Selain itu beliau juga
menyatakan: "أنا ابن المذاهب
الاربعة" saya seorang anak yang
menguasai empat madhab.yang dimaksud dengan madhab empat yaitu madhab Maliki, Safi’i, Hanafi, dan Hambali. Abu Ali
al-Banjari, Sejarah Hidup dan Dasar-dasar Pemikirannya, 23. Lihat
Sejarah Hidup dan Dasar-dasar
Pemikirannya, 33
[10] Madrasah al-Falah adalah sebuah madrasas atau tempat pendidikan yang
sangat terkenal di kota Makkah bahkan seantero jazirah Arab, madrasah
terebut didirikan oleh Muhammad Zainul ‘Ali Rida 1301-1389 H). beliau adalah
seorag saudagar mutiara yang kaya dan sangat dermawan berasal dari Makkah tapi
beliau lebih memilih tinggal di India. Madrasah al-Falah didirikan pada tahun
1323 H.
Lihat Ahmad
al-Iydrus, Mutiara Ahlul Bait.15.
[11] Madrasah Saulatiyyah ialah tempat pendidikan yang didirikan oleh
pengarang kitab Izharul Haq, al-Kirnawi yang berasal dari India. Beliau adalah
salah satu ulama yang diperbolehkan mengajar di Masjidil Haram. Model
pembelajaran di Makkah dan Madinah pada waktu itu dengan sistem halaqah,
yaitu para murid mengelilingi seorang guru di dalam masjid tanpa ada bangku dan
kursi serta kurikuum yang teratur. Melihat kondisi yang seperti itu, mendorong
al-Karnawi untuk membangun madrasah yang tersusun rapi seperti yang ada di
India. Dengan mendapatkan bantuan dana dari perempuan dermawan yang kaya dari
India bernama Saulatiyyah Nisa’, beliau dapat mendirikan madrasah pada bulan
Rabiul Awal tahun 1285 H yang diberinama al-Madarsatul Saulatiyah. Dengan ini
berdirilah sebuah tempat pendidikan yang pertamakali di Makkah yang
pelajarannya pertamakali dimulai pada tahun
1292H. Abu Ali
al-Banjari, Sejarah Hidup dan Dasar-dasar Pemikirannya, 34. Lihat pula Ahmad al-Iydrus, Mutiara Ahlul
Bait.17
[12]
Abu Ali al-Banjari, Sejarah Hidup
dan Dasar-dasar Pemikirannya, 18.
[15] Kitab hadith enam yaitu: Shahih Bukhari, Sahahih Muslim, Abu Dawud,
Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah.
[17]Ibid.,
31.
[19]
Mutiara ahlul bait hal. 18
[20]
Mutiara ahlul bait hal. 27
[23] Menurut keterangan dr.
Fuad Jadu, salah satu dokter yang menangani beliau, Beliau wafat sekitar jam 4
pagi waktu setempat.
[24]
Menurut keterangan para dokter yang menangani beliau di Rumah Sakit Ar Rafi`,
Makkah, ketika diperiksa –sebelum wafat- memang kadar gula dan kolesterol
beliau tinggi sehingga terjadi penyumbatan pada aliran darah ke Jantung.
[25]
Salah satu imam dan khatib Masjidil Haram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar